Senin, 31 Agustus 2009

Garut Luncurkan Penanaman Sejuta Pohon Jeruk Garut

Garut Luncurkan Penanaman Sejuta Pohon Jeruk Garut
Masa kejayaan Jeruk Garut yang sempat terancam punah akan segera "bangkit". Sebuah upaya
pembudidayaan kembali Jeruk Garut kini tengah dilakukan Pemerintah Kabupaten Garut.
Populasi Jeruk Keprok Garut (JKG) hingga akhir 2004 lalu berjumlah 249.461 pohon di lahan seluas
699,92 hektare. Namun dari jumlah tersebut, jenis JKG hanya mencapai 113.678 pohon (33%),
sementara sisanya berupa jeruk keprok siem dan jenis lainnya mencapai 235.783 pohon (67%).
Dari 140.808 tanaman jeruk yang telah menghasilkan, produksinya mencapai 6.760 ton/tahun dengan
produktivitas 48,05 kg/pohon/tahun. Jeruk Garut yang sempat sangat terkenal secara nasional adalah
jenis Jeruk Keprok Garut (citrus nobilis var. chrysocarpa).
Berbeda dengan jeruk keprok lainnya (keprok siem, keprok konde, keprok licin, keprok Malang), Jeruk
Keprok Garut lebih disukai konsumen karena bersosok bongsor, rasanya manis menyegarkan, kulitnya
pun regas, sehingga mudah dikupas. Pantas bila penghasilan pekebun di sentra‐sentra produksi seperti
Kecamatan Wanaraja dan Karangpawitan ikut terdongkrak. Dari hasil 2 kali panen, pekebun bisa
menunaikan ibadah haji saat itu. Maka kemudian banyak gelar‐gelar bagi para juragan jeruk saat itu
dengan titel ‘Haji Jeruk’. Selain itu, JKG dapat digunakan sebagai obat panas dan obat batuk.
Sayang, pada 1964, manisnya perniagaan jeruk mulai surut karena mewabahnya serangan penyakit.
Gejalanya, daun tumbuh tegak dan menguning, ukuran buah mengecil karena minim kadar air. Pada
1968, Universitas Padjadjaran mengungkap penyakit itu, citrus vein phloem degeneration (CVPD).
Penyebabnya, mikroorganisme mirip bakteri. Perawatan tidak intensif menjadi salah satu pemicu.
Akibatnya, populasi jeruk di Kabupaten Garut menurun. Pada 1970, areal tanam jeruk hanya tersisa
ratusan hektar dengan hasil ratusan ton. Pada 1974, jeruk keprok masih ditanam tapi hanya di
pekarangan. Di daerah sentra seperti Karangpawitan dan Tajur Wanaraja, serangan penyakit terus
mendera hingga 1980. Sentra produksi beralih ke Garut bagian selatan seperti Cikelet dan
Pameungpeuk.
Keberadaan Jeruk Garut kian terancam setelah meletusnya Gunung Galunggung pada 1982. Ketika itu
banyak pekebun gulung tikar disebabkan kesulitan modal untuk kembali mengebunkan jeruk. Mereka
pun beralih membudidayakan sayuran yang jangka waktu pengembalian modalnya lebih singkat.
Populasi jeruk di Kabupaten Garut terus anjlok. Pada 1992, yang tersisa hanya 52.000 pohon. Hasilnya,
520 ton jeruk/tahun, atau 100 kali lebih rendah dibanding produksi pada 1950.
Menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Garut, Ir. H.
Widiana, CES, pada tahun 1987, Dinas Pertanian saat itu mencatat sebanyak 1,3 juta pohon (areal seluas
2.600 hektare) dengan jumlah produksi yang dihasilkan kurang lebih 26.000 ton per tahun senilai kurang
lebih Rp 13 miliar.
Tetapi kemudian serangan CVPD tak dapat dicegah hingga beberapa tahun menyebabkan populasi Jeruk
Garut terus merosot. Selama rentang lima tahun saja, pada 1992 populasinya menjadi 52.000 pohon
dengan produksi hanya 520 ton/tahun.
Tak ingin kebanggaan warga Garut itu pudar, Pemerintah Kabupaten Garut bahu membahu menggelar
program rehabilitasi jeruk. Seluruh tanaman sakit di daerah endemik serangan seperti di Wanaraja dan
Karangpawitan dibabat habis. Untuk mempertahankan galur murni JKG, tanaman yang selamat
diboyong ke Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika di Tlekung, Jawa Timur.
Di sanalah tanaman 'disterilkan' dari kontaminasi penyakit. Mata tunas diperbanyak dengan kultur
jaringan. Hasilnya menjadi sumber bibit yang kelak diberikan ke Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT)
Garut untuk diperbanyak. Dari sana kemudian bibit disebar ke penangkar.
Berkat program itu, populasi jeruk mulai bangkit. Menurut data Dinas Tanaman TPHP Kabupaten Garut,
pada 1993 populasi jeruk 140.584 pohon. Namun, jenis yang dikembangkan sebagian besar siem.
Menurut Widiana, pekebun lebih memilih siem karena genjah. Pada umur 2,5 tahun tanaman mulai
belajar berbuah. Sedangkan keprok butuh waktu 3‐3,5 tahun. Pasca serangan penyakit, para pekebun
menginginkan perputaran modal yang lebih cepat. Selain itu, produktivitas siem lebih tinggi. Sejak itulah
populasi Keprok Garut kian tenggelam. “Pada tahun 2006, dari populasi jeruk 384.599 pohon, hanya 17‐
20% di antaranya keprok garut”, katanya
Kondisi itu mendorong Departemen Pertanian dan Pemerintah Kabupaten Garut mencanangkan
program penanaman kembali keprok garut. Pihak Pemkab bekerja sama dengan kelompok tani
penangkar menyediakan bibit. 'Pada tahun 2011, Dinas TPHP menargetkan penanaman 1juta pohon
Keprok Garut, seperti pada era 1950‐an”, kata Widiana.
Strategi untuk menyukseskan Gerakan Penanaman satu juta pohon JKG dilakukan dalam dua pilar, yakni
melalui Gerakan Kebun Jeruk Sehat (GKJS). Gerakan ini difokuskan pada revitalisasi bibit jeruk bebas
CVPD dan sertifikasi kebun melalui metode GAP (Good Agriculture Practice), termasuk dibentuknya
agroklinik. “Kami canangkan 170.00 pohon bersertifikat melibatkan 12 kelompok penangkar bibit dan 52
kelompok penanam jeruk”, sebut Widiana.
Sementara pada pilar dua, pihaknya menggulirkan Gerakan Menanam di Pekarangan (Rampak).
Ditargetkan tahun 2008/2009 sebanyak 1.400 pohon bisa ditanam di 14 kecamatan , meliputi Garut
tengah, Garut selatan dan Garut utara kecuali Malangbong, Selaawi, dan Limbangan.
Upaya perbanyakan dengan kultur jaringan (in vitro), lanjutnya, akan dilakukan pada tanaman jeruk
Garut yang memiliki induk sehat.
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan ini dalam rangka pengadaan bibit bebas CVPD dan
menghidupkan kembali kondisi perjerukan di Kabupaten Garut pada kondisi lingkungan strategis dengan
perluasan area tanam.
Membangkitkan kembali kejayaan Keprok Garut bukan berarti tanpa kendala. Ancaman CVPD masih
menghantui para pekebun. Oleh sebab itu, Dinas TPHP mengawasi ketat peredaran bibit. “Bibit wajib
bersertifikat”, tegas Widiana.
Menurut Widiana untuk menghasilkan 1.250 pohoh induk JKG bebas CVPD memerlukan waktu sekitar 4
tahun melalui proses penyeleksian/pemurnian di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika
Tlekung Jawa Timur. Pihakya tidak menjamin bebas CVPD, meski bibitnya bebas CVPD karena penyakit
ini diketahui bukan dari pohon jeruk itu sendiri, melainkan sebuah bakteri yang dibawa oleh serangga,
bahkan tidak hanya jeruk yang jadi korban, tanaman lain pun terkena, sebut saja kemuning muraya atau
tanaman gelinggem.
Pihak Dinas TPH juga menganjurkan kepada para pekebun untuk menjaga kebersihan kebun dengan
membabat kemuning muraya paniculata, tanaman inang Diaphorina citri. “Tidak sembarang pola
tumpang sari bisa dilakukan disini. Untuk itu kami buat prosedur GAP”, ujara Widiana.
Melaui Program Gerakan Kebun Jeruk Sehat (GKJS), diharapkan tahun ini tercapai 170.000 pohon JKG
bersertifikat melibatkan 52 kelompok petani jeruk diatas areal 340 hektar. “Saat ini sudah terdapat tiga
kebun di kawasan Cimencek Desa Cintaasih Kecamatan Samarang yang telah memiliki sertifikat”, sebut
Widiana.
Sedangkan bagi masyarakat luas, melalui Program Rampak (Gerakan Menanam di Pekarangan),
pihaknya telah menargetkan100 pohon per kecamatan. Direncanakan untuk pencanangannya akan
dilakukan pada tanggal 28 Nopember 2008 di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Karangtengah,
Pasirwangi, dan Kecamatan Cigedug. Tidak itu saja, pihak Dinas THP, Jum’at (20/11) menggelar
Pertemuan Kelompok Kerja Nasioal Jeruk di Hotel sabda Aalam Resort, yang dibuka resmi Sekda Wowo
Wibowo, dihadiri Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Ir. Teti, Kepala
balai Pengawasan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH), kepala Subdin
Pertanian Dinas Pertanian Provinsi jabar Ir. Mia, dan Para pejabat dilingkungan Pemkab Garut.
Upaya tersebut tiada lain untuk mengembalikan pamor Jeruk Garut sebagai buah primadona
kebanggaan masyarakat Garut. Dengan begitu, mimpi buruk 44 tahun silam itu tak lagi terulang.
Gambaran Umum Jeruk Keprok Garut
Varietas Jeruk keprok yang menjadi andalan nasional sebenarnya ada tiga varietas, yakni Jeruk SOE dari
Malang, Jeruk Keprok Medan, dan Jeruk Keprok Garut – kemudian dikenal dengan Jeruk Garut.
Sementara permintaan konsumsi jeruk dalam negeri sekitar 1,6 juta kg per tahun, 30 % diantaranya
kebutuhan jeruk keprok (manis) sebesar 480.000 kg per tahun, dan 100.000 kg merupakan produk
dalam negeri.
Akibat kelangkaan produksi jeruk dalam negeri, maka kebutuhan konsumsi tersebut dipenuhi oleh jeruk
import (umunya dari Thailand dan China). Untuk itu pemerintah pusat membentuk Tim Pokjanas Jeruk,
yang bertujuan membatasi import jeruk. Untuk Kabupaten Garut sendiri, dari tahun 2006 hingga 2011
diprogramkan tertanam 4 juta pohon JKG.
Masa‐masa kritis JKG, dimana dinyatakan hampir punah, yaitu :
∙ Tahun 1984 populasi titik terendah mencapai ± 10.000 pohon
∙ Tahun 1992 populasi titik terendah mencapai ± 50.000 pohon
∙ Tahun 2001 populasi titik terendah mencapai ± 64.000 pohon
Sementara puncaknya pernah dicapai, yaitu :
∙ Tahun 1987 mencapai ± 1,6 juta pohon
∙ Tahun 2007 mencapai ± 551.000 pohon
∙ Tahun 2008 (periode Oktober) mencapai ± 550.00 pohon
Target Nasional dicapai, yaitu :
∙ Satu juta pohon JKG 2011
∙ Swasembada Jeruk Keprok 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.