Senin, 31 Agustus 2009

Hasil Survei Produktivitas Hortikultura

Hasil Survei Produktivitas Hortikultura Cetak E-mail
Sumber : Yul H. Bahar dan Widhi Nugrahaeni
Senin, 22 Desember 2008

Komoditas hortikultura cukup potensial dikembangkan secara agribisnis, karena punya nilai ekonomis dan nilai tambah cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Tanaman hortikultura memunyai nilai kalori cukup tinggi, merupakan sumber vitamin, mineral, serat alami dan anti-oksidan, sehingga selalu diperlukan oleh tubuh sebagai sumber pangan maupun nutrisi. Tanaman biofarmaka dikenal sebagai sumber obat alami (herbal) yang sekarang sedang digandrungi oleh banyak orang, sementara tanaman hias merupakan kebutuhan dan sumber inspirasi untuk menjaga kenyaman dan kelestarian lingkungan.

Dalam mendukung pengembangan hortikultura sangat diperlukan data yang sahih, akurat, up to date dan konsisten, sehingga dapat diandalkan dalam perumusan perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta pengukuran kinerja. Suatu tantangan dalam pendataan hortikultura antara lain; mempunyai banyak jumlah dan dan keanekaragaman jenisnya, yaitu 323 jenis, juga tediri dari beragam varietas warna dan karakteristik tanaman. Penyebaran tanaman hortikultura juga terjadi pada areal luas tapi terpencar-pencar dalam jumlah kecil, sehingga menyulitkan dalam konsolidasi pengumpulan data.

Kondisi data dan informasi data hortikultura masih belum memadai, baik kualitas, kepercayaan dan cakupannya, sehingga belum dapat menjadi handalan sepenuhnya dalam penyusunan program maupu pengambilan kebijakan. Dilain pihak pengetahuan petugas pembina dan pengumpulan data tentang karakteristik tanaman dan teknik budidaya hortikultura masih terbatas, sehingga hal ini kurang mendukung pada sistem data hortikultura.

Salah satu permasalahan mendasar adalah data produktivitas sekarang masih diragukan keabsahannya, karena dibuat berdasarkan perkiraan (estimate) sehingga datanya akan cenderung bias, sehingga; 1) Tidak sinkronnya data produktivitas hortikultura yang dibuat berdasarkan laporan pelaksana di daerah (lapangan) dan propinsi dengan hasil perhitungan tingkat pusat maupun hasil kajian dari beberapa institusi, 2) Dalam Sistem Pengolahan Data Hortikultura (SIMHORTI) dibuat berdasarkan hasil series data sebelumnya dan masukan dari institusi teknis di pusat dalam beberapa hal tidak cocok dengan kondisi lapangan dan kemajuan teknologi.

Mengatasi permasalahan ini, maka telah disepakati antara Ditjen Hortikultura, BPS dan PUSDATIN untuk melakukan survei (uji petik) terbatas, mulai tahun 2007 pada beberapa lokasi dan komoditas. Hasil Survei Produktivitas Hortikultura dipaparkan dan dibahas dalam acara workshop di Bogor tanggal 15 Desember 2008, diikuti peserta dari Ditjen Hortikultura, BPS, PUSDATIN, PPI Deptan, Ditjen Perkebunan, IPB, tenaga fungsional statistisi, dan institusi terkait lainnya. Workshop ini bertujuan untuk melihat dan memperbandingkan hasil survei produktivitas dengan hasil perhitungan produktivitas hortikultura selama ini dan mencari solusi terhadap permasalahan dalam data produktivitas.

A. Hasil Kajian oleh Ditjen Hortikultura

1. Survei Produktivitas Hortikultura pada tahun 2007 telah dilaksanakan di dua provinsi, yaitu Jawa Timur dan Sumatera Selatan. Provinsi Jawa Timur mencakup kabupaten; Nganjuk (bawang merah, cabe merah ) Malang (bawang merah, cabe merah, jeruk), Jember (pisang). Provinsi Sumatera Selatan mencakup kabupetan; OKI (cabe merah, pisang, jeruk), OKU Timur (pisang)

2. Tujuan pelaksanaan Kajian Survei Produktivitas adalah; 1) Melakukan uji petik purposif pengukuran produktivitas pada beberapa komoditas hortikultura dan pada beberapa lokasi, 2) Mendapatkan data produktivitas hortikultura yang sahih, dapat dipercaya dan sesuai dengan kondisi lapangan, dan 3) Sebagai informasi, acuan dan bahan pertimbangan dalam mengkaji, merumuskan dan menetapkan data statistik hortikultura

3. Pelaksanaan kegiatan telah dimulai dari bulan Juli 2007 (listing rumah tangga per blok sensus) sampai Desember 2007 (pengolahan data dan analisis data), dengan melibatkan petugas dari pusat sampai lapangan (PPL). Sebelum dilaksanakan kegiatan survei lapangan terlebih dahulu dilakukan pelatihan kepada petugas provinsi, kabupaten maupun lapangan, tentang metode pelaksanaan survei dan praktek pengukuran produktivitas hortikultura pada beberapa lokasi.

4. Beberapa permasalahan penting yang ditemui dalam pelaksanaan survei adalah; 1) Pemilihan sampel (listing) dilakukan berdasarkan data ST 2003, namun sampel yang terpilih sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan , 2) Pada saat listing, musim panen sudah lewat, sehingga data yang didapatkan kurang tepat, 3) Pada beberapa lokasi, jumlah plot terlalu banyak dan di lain pihak terlalu sedikit, dan 4) Petugas lapangan belum begitu familiar dalam pelaksanaan survei meskipun telah dilatih terlebih dahulu, atau beban pekerjaan yang cukup banyak, 5) kurangnya supervisi lapangan, karena keterbatasan anggaran dan terjadinya kebijakan pemotongan anggaran.

5. Hasil survei produktivitas hortikultura yang didapatkan adalah sebagai berikut:

a) Bawang Merah: Nganjuk 27,14 ton/Ha, Malang 22,06 ton/Ha (rata-rata Jawa Timur 26,61 ton/Ha)

b) Cabe Merah : Nganjuk 9,6 ton/Ha, Malang 21,08 ton/Ha ton/Ha (Jawa Timur 17,41 ton/Ha), dan OKU 6,95 Ton/Ha.

c) Pisang: OKU Timur (10,73 kg/rumpun), OKI 14,19 Kg/rumpun (Sum-Sel; 11,2 kg/rumpun), Jember 9,38 kg/rumpun.

d) Jeruk : OKI 90,22 Kg/pohon, Malang 38,89 kg/pohon.

6. Perbandingan hasil survei produktivitas hortikultura untuk rataan tingkat provinsi dengan data yang dipakai pada produktivitas komoditas bersangkutan dalam hasil SP maupun range produktivitas dalam SIMHORTI.

Komoditas

(Satuan)

Provinsi

Prod’tas

Hasil Survei

Prodtas

Dalam SP

Range Prodtas*)

Bawang Merah

(Ton/Ha)

Ja-Tim

26,61

9,13

0,2 – 15

Cabe merah

(Ton/Ha)

Sumsel

6,95

1,88

0,2 – 10

Jatim

17,41

7,60

Pisang

(Kg/Rumpun)

Sumsel

11,02

41,55

4 – 56

Jatim

9,38

54,91

Jeruk

(Kg/pohon)

Sumsel

70,22

13,87

10 – 85

Jatim

38,89

66,70

*) Range dalam SIMHORTI. Prod’tas = Produktivitas

B. Analisis Hasil Kajian dan Tindak Lanjut

1. Berbeda nyata antara data hasil survei produktivitas hortikultura dengan data produktivitas yang ada sekarang dalam buku SP maupun SIMHORTI. Beberapa data dari SP ataupun SIMHORTI dewasa ini terlalu rendah karena dibuat berdasarkan series data dan kecenderngan selama ini.

2. Waktu pelaksanaan, lokasi sampling, jenis tanaman, varietas dan jumlah sampel sangat berpengaruh terhadap hasil survei produktivitas, meskipun hal ini telah diperhitungkan dalam metode pengumpulan data dan informasi dari lapangan.

3. Dalam merumuskan data produktivitas penting mempertimbangkan tingkat perkembangan pengetahuan dan adopsi teknologi oleh petani, intensitas penggunaan input dan sarana produksi, serta klembagaan dan kemampuan manajemen usaha masyarakat.

4. Perlu merubah paradigma, dan membuka cakrawala, karena sudah lama kita tenggelam dalam pendekatan dan metode konvensional, sebelum jauh terlanjur dalam paradigma sebelumnya. Menyamakan persepsi dan mengkoreksi data berdasarkan berbagai metode dan hasil, serta punya kemauan mengadopsi data riel di lapangan sebagai acuan.

5. Berbagai institusi dan daerah juga telah melakukan dan akan melakukan survei produktivtas, dalam hal ini penting mengkonsolidasikan metode pengumpulan data dan data hasil dari berbagai survei sebagai acuan (BPS, PUSDATIN, Ditjen Horti, PEMDA), sehingga dapat dijadikan rujukan bersama.

6. Melanjutkan survei produktivitas untuk komoditas dari di lokasi lainnya, minimal untuk komoditas unggulan hortikultura di lokasi sentra produksi utama, sehingga datanya menjadi lebih baik.

C. Hasil Diskusi pada Workshop

1. Keraguan akan pelaksanaan di lapangan kurang baik dapat dihindari karena semua pelaksana yang terlibat telah dilatih terlebih dahulu (pelatihan khusus) bahkan dilakukan praktek lapangan pada beberapa lokasi terpilih.

2. Angka produktivitas hortikultura yang dipakai selama ini perlu penetapan masa pakai, dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi, pengetahuan masyarakat dan kelembagaan.

3. Hasil survei produktivitas (oleh BPS, PUSDATIN dan Ditjen Hortikultura) ternyata jauh bebebeda dengan data yang digunakan selama ini. Oleh karena itu perlu penyamaan persepsi dan kesepakatan antar pihak terlibat.

4. Terjadi perbedaan ekstrim pada hasil survei oleh daerah (Jawa Barat terlalu kecil) kemunginan karena metode dan pengambilan sampel kurang tepat, ataupun pemanenan hanya beberapa kali. Seharusnya ini merupakan data pencilan yang harus dikeluarkan dalam analisis.

5. Ke depan, pelaksanaan survei dilakukan secara lebih fokus, yaitu hanya mencakup beberapa komoditas utama dan lokasi survei hanya pada lokasi sentra produksi saja.

6. Menggunakan data ST 2003 yang sudah tidak cocok lagi, karena itu perlu dicari frame survei yang lebih tepat, begitu juga dengan metode pemilihan pengukuran dan luas areal survei.

7. Pengalaman survai lainnya menunjukkan bahwa beberapa daerah (kecamatan) cenderung memberikan laporan bersifat under estimate, karena hanya berdasarkan perkiraan dan tidak dilakukan dengan survei.

8. Hasil survei ini perlu dikaji dan dibandingkan dengan hasil survei atau penelitian lainnya, seperti dari lembaga Litbang, BPTP Provinsi, Perguruan Tinggi, dll. Sementara hasil pengukuran praktek lapang pada beberapa kali pelatihan tidak dapat dijadikan acuan, karena smpling hanya dilakukan sekali saja (belum mewakili), akan tetapi dapat dijadikan sebagai gambaran umum.

Pemutakhiran Terakhir ( Senin, 22 Desember 2008 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.